Sabtu, 16 April 2016

Tata Cara Pernikahan Adat Dayak Ngaju



Upacara-upacara tradisional suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah merupakan suatu mata rantai yang tak dapat dipisahkan dari Tattwa yang merupakan inti dari pada ajaran agama Hindu Kaharingan (tradisi religi asli masyarakat Dayak Ngaju) dengan susila yang merupakan aturan-aturan yang patut dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Unsur tattwa, etika dan upacara merupakan unsur universal ajaran agama Hindu Kaharingan yang terkandung dalam setiap ritual yang dilakukan oleh masyarakat Dayak, yang mana antara unsur yang satu dengan yang lainnya harus saling dipahami dan ditaati secara terpadu dan simultan serta tidak terpisahkan.
Masyarakat Dayak Ngaju khususnya yang beragama Hindu Kaharingan sangat kaya dengan upacara-upacara keagamaan salah satunya adalah tata cara perkawinan pada masyarakat suku Dayak Ngaju yang disebut "Pelek Rujin Pangawin".
Semula, ritual upacara perkawinan merupakan salah satu ritual keagamaan masyarakat Hindu Kaharingan sekaligus dianggap adat yang mencirikan keberadaan suku Dayak Ngaju sebagai suatu kelompok masyarakat adat. Seiring perkembangan jaman walaupun sebagian masyarakat suku Dayak Ngaju telah meninggalkan agama leluhur, namun sebagai suku yang memegang teguh konsep "Belum Bahadat" ritual perkawinan ini kemudian diekstrak dan diambil esensinya yaitu "Jalan Hadat" yang kemudian dalam prosesi perkawinan masyarakat suku Dayak Ngaju yang beragama Kristen dikenal dengan istilah "Pemenuhan Hukum Adat".

Tahapan-tahapan Tradisi Pernikahan Adat Dayak Ngaju

1.   Hakumbang Auh
Hakumbang Auh merupakan cara awal prosesi pernikahan. Dalam kebiasaan masyarakat Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju, jika seorang pemuda ingin mencari gadis untuk dijadikan istrinya maka ia harus menyampaikan ke orang tuanya terlebih dahulu. Apabila disetujui maka orang tuanya akan memilih seorang perantara untuk menghubungi keluarga sang gadis. Perantara ini disebut Uluh Helat/Saruhan atau biasa disebut Tatean Tupai.
Sebagai bukti kesungguhannya, pihak pria melalui Uluh Helat akan menyampaikannya dengan mangkok berisi beras berisi telor ayam yang dibungkus dengan kain kuning atau sejumlah uang sebagai  Duit Pengumbang. Pihak pemuda harus menunggu waktu dan kabar dari pihak gadis melalui perantara tadi setelah pihak gadis berunding. Apabila maksud baik pihak pemuda ditolak perantara akan dipanggil dan mengembalikan mangkok berisi beras dan telor ayam ataupun uang akan dikembalikan melalui perantaranya. Apabila diterima maka perantaranya akan diberitahu bahwa pihak gadis menerima dengan senang hati. Mengenai kapan pihak pemuda akan Memanggul akan disampaikan pula melalui perantaranya.

2.   Memanggul
Tahap ini merupakan cara meminta sang gadis secara resmi ketika pihak pemuda mengetahui bahwa keinginan mereka diterima. Pada acara ini pihak pemuda akan memberikan sebuah Balanga (guci asli cina) atau sebuah gong sebagai keseriusan mereka.

3.      Maja Misek
     Maja artinya bertamu. Misek artinya bertanya. Jadi maksud acara ini adalah acara pertemuan antara pihak keluarga pemuda dan pihak keluarga gadis. Disini membicarakan waktu dan pelaksanaan pesta perkawinan, syarat-syarat perkawinan, besarnya mas kawin, biaya pesta dan pembagiannya, sanksi/denda jika terjadi pembatalan atau penundaan serta kesepakatan mereka yang merupakan perjanjian yang kemudian dituangkan dalam surat perjanjian Pisek.

Gambar diatas merupakan gambar seseorang sedang menandatangani surat perjanjian Pisek

4.      Mananggar Janji atau Mukut Rapin Tuak
     Mananggar janji berarti memastikan janji, yaitu kedua belah pihak bertemu lagi secara khusus untuk memastikan kapan waktu pelaksanaan perkawinannya. Pada acara ini pengantin pria menyerahkan biaya perkawinan, antara lain : biaya membuat minuman tuak (Rapin Tuak), Biaya Pesta atau disebut Bulan Ngandung atau Panginan Jandau, dan Jangkat Amak atau perlengkapan tidur da nisi kamar tidur. Setelah diserahkan biaya perkawinan pihak mempelai wanita akan melakukan persiapan perkawinan, begitu juga dengan pihak mempelai pria.

Pelaksanaan Tradisi Pernikahan Adat Dayak Ngaju
      
       Pelaksanaan perkawinan yang dimaksud disini adalah upacara-upacara yang dilaksanakan sejak dari rumah penganten pria sampai dengan peresmian perkawinan mereka di rumah penganten wanita. Berikut adalah tahapan pelaksanaan perkawinan adat suku Dayak Ngaju :
a.       Panganten Haguet
      Panganten Haguet adalah acara penganten pria saat berangkat menuju rumah penganten wanita sesuai dengan kesepakatan mengenai pelaksanaan perkawinan maka pada hari yang telah ditetapkan, biasanya tiga hari setelah upacara Manyaki Rambat, ataupun juga pelaksanaan upacara Manyaki Rambat ini bisa juga dilaksanakan sebelum keberangkatan penganten laki-laki ke tempat penganten perempuan.
      Pada saat sebelum keberangkatan para kerabat berkumpul di rumah penganten pria. Tujuannya untuk bersama-sama mengantarkan penganten pria ke rumah penganten wanita. Sebelum berangkat terlebih dahulu diadakan acara syukuran. Waktu keberangkatan yang paling baik menurut keyakinan masyarakat Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju adalah pagi hari atau sebelum jam dua belas siang.

b.      Penganten Mandai  
      Istilah Mandai sama dengan Manyakei yang artinya naik. Arti penganten Mandai atau penganten Manyakei disini adalah kedatangan penganten pria di rumah penganten  wanita. Ketika penganten pria dan rombongannya tiba, beberapa kegiatan yang dilakukan adalah :

1.)    Mambuka Lawang Sakepeng
      Lawang Sakepeng adalah semacam pintu gerbang atau gapura dari pelepah daun kelapa yang diberi rintangan benang. Pada rintangan benang penghalang dipasang bunga warna warni agar indah dan nampak semarak. Penganten pria dan rombongannya tidak boleh masuk ke halaman rumah sebelum membuka Lawang Sakepeng tersebut.
      Caranya adalah dengan memutuskan benang-benang perintang oleh pesilat-pesilat yang dipilih mewakili masing-masing pihak dengan diiringi tabuhan gendang dan gong. Ditampilkannya pesilat dari keduabelah pihak mengandung makna bahwa dalam kehidupan rumah tangganya, kedua mempelai akan bersama-sama mengatasi persoalan yang datang sehingga dapat hidup rukun, saling membantu dan bekerjasama.
      Adapun makna dari upacara mambuka Lawang Sakepeng ini adalah untuk menjauhkan semua rintangan dan malapetaka yang dapat menimpa kedua mempelai dalam membina rumah tangga.

2.)    Mamapas
      Mamapas adalah upacara pembersihan secara simbolis bermakna agar penganten, rumah dan lingkungan tempat dilaksanakannya upacara perkawinan dapat bersih dari segala yang tidak baik dan terhindar dari hal-hal yang buruk yang ditimbulkan oleh roh-roh jahat yang disebut Pali Endus Dahiang Baya.
      Bersamaan dengan upacara Mamapas ini, setelah tali perintang Lawang Sakepeng putus maka penganten pria dan rombongannya dipersilahkan memasuki halaman. Di depan pintu rumah mempelai pria akan diupacarai lagi dengan taburan beras dan bunga rampai serta prosesi penginjakan telor ayam. Selanjutnya mempelai laki-laki dan rombongan dipersilahkan masuk rumah. Bagi mereka disediakan tempat khusus untuk beristirahat sambil menunggu acara selanjutnya.

3.)    Haluang Hapelek
      Upacara Haluang Hapelek adalah semacam diaolog antara para wakil dari pihak penganten pria dan wanita. Tujuan utama dari acara ini adalah menagih Jalan Hadat, yaitu syarat-syarat dalam rangka perkawinan yang harus diserahkan oleh pihak penganten pria kepada penganten wanita. Masing-masing pihak membentuk kelompok tersendiri, sebagai utusan yang bertindak sebagai Luang. Masing-masing pihak dapat menunjuk 5 (lima) atau 7 (tujuh) orang wakil sebagai utusan.
      Luang atau utusan dari pihak penganten pria disebut dengan Tukang Sambut, yaitu pihak yang menjawab sanggup tidaknya memenuhi tuntutan pihak penganten wanita. Adapun luang dari pihak wanita disebut Tukang Pelek, yaitu pihak yang mengajukan tuntutan. Luang adalah orang yang pekerjaannya mondar-mandir menghubungi dua pihak untuk mencari kesesuaian pendapat.

4.)    Manyaki Panganten (Panganten Hasaki atau Panganten Hatatai)
      Inti upacara ini adalah upacara pengukuhan perkawinan bagi masyarakat Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju. Pada bagian inilah yang biasanya tidak dilaksanakan oleh masyarakat Dayak suku Dayak Ngaju yang non Hindu Kaharingan, namun masih melangsungan tata cara perkawinan sesuai tradisi leluhurnya. Upacara ini dipimpin oleh seorang Basir. Manyaki berarti mengoleskan darah hewan korban ke beberapa bagian tubuh kedua mempelai oleh Basir. Adapun istilah Penganten Hasaki berarti kedua mempelai dipoles dengan darah.
      Pada acara ini kedua mempelai duduk di atas sebuah gong sambil memegang sebatang pohon sawang (Ponjon Andong) yang diikat bersamaan dengan Dereh Uwei (sepotong rotan) dan Rabayang (tombak bersayap/sejenis tri sula). Jari telunjuk mereka menunjuk ke atas sebagai tanda bahwa mereka berdua bersaksi kepada Ranying Hatalla Langit/Tuhan Yang Maha Esa. Kaki mereka menginjak jala dan batu asah sebagai tanda bahwa mereka berdua juga bersaksi kepada penguasa alam bawah.
      Basir melakukan upacara manyaki mamalas dengan mengoleskan darah hewan korban, minyak kelapa, tanah, air dan beras serta tampung tawar. Behas (beras) Hambaruan diletakkan di atas ubun-ubun kedua mempelai. Upacara itu bermakna bahwa kedua mempelai disucikan, sehingga dalam menjalani kehidupan berumah tangga mereka senantiasa sehat, selamat dan memperoleh rejeki.
      Setelah menjalani upacara Hasaki, kedua mempelai makan makanan yang disebut Panginan Putir Santang, yaitu tujuh gumpal nasi sebagai simbol penyatuan mereka bahwa mereka sejak hari itu resmi sebagai suami isteri. Setelah selesai acara makan secara simbolis, kedua mempelai lalu berjalan menuju ambang pintu rumah untuk melakukan Manukiw (pekikan) sebanyak tujuh kali di ambang pintu. Maksud pekikan itu adalah untuk membuka pintu langit dan mereka berdua berikrar dihadapan Tuhan bahwa mereka akan memelihara perkawinan itu untuk selama-lamanya sampai akhir hayat.
      Usai acara kedua ini kedua mempelai bersama-sama membacakan surat perjanjian kawin yang isinya memuat syarat-syarat adat yang diserahkan yakni Jalan Hadat, sangsi-sangsi dan janji kedua mempelai dalam memelihara perkawinan dan memuat pula peneguhan para saksi dan ahli waris. Surat itu kemudian ditandatangani oleh kedua mempelai, saksi, ahli waris dan disaksikan oleh hadirin.
      Dengan selesainya penandatanganan surat perjanjian kawin maka selesai pulalah rangkaian acara Manyaki Panganten. Kemudian dilanjutkan dengan acara penanaman pohon Sawang. Acara selanjutnya adalah jamuan makan bagi para hadirin. Selain itu kedua mempelai (biasa diberi ruang khusus) diberikan nasehat oleh para orang tua termasuk para Luang, yang mana acara ini disebut dengan upacara Maningak Panganten.


Daftar Pustaka :

Nama Kelompok : Radityo Bismo Aji             15115513
                               Pandji Pangestu A. P         15115300
                               Bambang Siswanto            11111401

Tidak ada komentar:

Posting Komentar