Upacara-upacara
tradisional suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah merupakan suatu mata rantai
yang tak dapat dipisahkan dari Tattwa yang merupakan inti dari pada ajaran
agama Hindu Kaharingan (tradisi religi asli masyarakat Dayak Ngaju) dengan
susila yang merupakan aturan-aturan yang patut dilaksanakan untuk mencapai
tujuan. Unsur tattwa, etika dan upacara merupakan unsur universal ajaran agama
Hindu Kaharingan yang terkandung dalam setiap ritual yang dilakukan oleh
masyarakat Dayak, yang mana antara unsur yang satu dengan yang lainnya harus
saling dipahami dan ditaati secara terpadu dan simultan serta tidak
terpisahkan.
Masyarakat
Dayak Ngaju khususnya yang beragama Hindu Kaharingan sangat kaya dengan
upacara-upacara keagamaan salah satunya adalah tata cara perkawinan pada
masyarakat suku Dayak Ngaju yang disebut "Pelek Rujin Pangawin".
Semula,
ritual upacara perkawinan merupakan salah satu ritual keagamaan masyarakat
Hindu Kaharingan sekaligus dianggap adat yang mencirikan keberadaan suku Dayak
Ngaju sebagai suatu kelompok masyarakat adat. Seiring perkembangan jaman
walaupun sebagian masyarakat suku Dayak Ngaju telah meninggalkan agama leluhur,
namun sebagai suku yang memegang teguh konsep "Belum Bahadat" ritual
perkawinan ini kemudian diekstrak dan diambil esensinya yaitu "Jalan
Hadat" yang kemudian dalam prosesi perkawinan masyarakat suku Dayak Ngaju
yang beragama Kristen dikenal dengan istilah "Pemenuhan Hukum Adat".
Tahapan-tahapan Tradisi Pernikahan Adat Dayak Ngaju
1.
Hakumbang Auh
Hakumbang Auh merupakan
cara awal prosesi pernikahan. Dalam kebiasaan masyarakat Hindu Kaharingan suku
Dayak Ngaju, jika seorang pemuda ingin mencari gadis untuk dijadikan istrinya
maka ia harus menyampaikan ke orang tuanya terlebih dahulu. Apabila disetujui
maka orang tuanya akan memilih seorang perantara untuk menghubungi keluarga
sang gadis. Perantara ini disebut Uluh Helat/Saruhan atau biasa disebut Tatean
Tupai.
Sebagai bukti
kesungguhannya, pihak pria melalui Uluh Helat akan menyampaikannya dengan
mangkok berisi beras berisi telor ayam yang dibungkus dengan kain kuning atau
sejumlah uang sebagai Duit Pengumbang.
Pihak pemuda harus menunggu waktu dan kabar dari pihak gadis melalui perantara
tadi setelah pihak gadis berunding. Apabila maksud baik pihak pemuda ditolak perantara
akan dipanggil dan mengembalikan mangkok berisi beras dan telor ayam ataupun
uang akan dikembalikan melalui perantaranya. Apabila diterima maka perantaranya
akan diberitahu bahwa pihak gadis menerima dengan senang hati. Mengenai kapan
pihak pemuda akan Memanggul akan disampaikan pula melalui perantaranya.
2.
Memanggul
Tahap ini merupakan cara
meminta sang gadis secara resmi ketika pihak pemuda mengetahui bahwa keinginan
mereka diterima. Pada acara ini pihak pemuda akan memberikan sebuah Balanga
(guci asli cina) atau sebuah gong sebagai keseriusan mereka.
3.
Maja Misek
Maja artinya bertamu. Misek artinya bertanya. Jadi maksud acara
ini adalah acara pertemuan antara pihak keluarga pemuda dan pihak keluarga
gadis. Disini membicarakan waktu dan pelaksanaan pesta perkawinan,
syarat-syarat perkawinan, besarnya mas kawin, biaya pesta dan pembagiannya,
sanksi/denda jika terjadi pembatalan atau penundaan serta kesepakatan mereka
yang merupakan perjanjian yang kemudian dituangkan dalam surat perjanjian
Pisek.
Gambar diatas merupakan
gambar seseorang sedang menandatangani surat perjanjian Pisek
4.
Mananggar Janji
atau Mukut Rapin Tuak
Mananggar janji berarti memastikan janji, yaitu kedua belah
pihak bertemu lagi secara khusus untuk memastikan kapan waktu pelaksanaan
perkawinannya. Pada acara ini pengantin pria menyerahkan biaya perkawinan,
antara lain : biaya membuat minuman tuak (Rapin Tuak), Biaya Pesta atau disebut
Bulan Ngandung atau Panginan Jandau, dan Jangkat Amak atau perlengkapan tidur
da nisi kamar tidur. Setelah diserahkan biaya perkawinan pihak mempelai wanita
akan melakukan persiapan perkawinan, begitu juga dengan pihak mempelai pria.
Pelaksanaan
Tradisi Pernikahan Adat Dayak Ngaju
Pelaksanaan
perkawinan yang dimaksud disini adalah upacara-upacara yang dilaksanakan sejak
dari rumah penganten pria sampai dengan peresmian perkawinan mereka di rumah
penganten wanita. Berikut adalah tahapan pelaksanaan perkawinan adat suku Dayak
Ngaju :
a.
Panganten Haguet
Panganten Haguet adalah acara penganten pria saat berangkat
menuju rumah penganten wanita sesuai dengan kesepakatan mengenai pelaksanaan
perkawinan maka pada hari yang telah ditetapkan, biasanya tiga hari setelah
upacara Manyaki Rambat, ataupun juga pelaksanaan upacara Manyaki Rambat ini
bisa juga dilaksanakan sebelum keberangkatan penganten laki-laki ke tempat
penganten perempuan.
Pada saat sebelum keberangkatan para
kerabat berkumpul di rumah penganten pria. Tujuannya untuk bersama-sama
mengantarkan penganten pria ke rumah penganten wanita. Sebelum berangkat
terlebih dahulu diadakan acara syukuran. Waktu keberangkatan yang paling baik
menurut keyakinan masyarakat Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju adalah pagi hari
atau sebelum jam dua belas siang.
b.
Penganten
Mandai
Istilah Mandai sama dengan Manyakei yang
artinya naik. Arti penganten Mandai atau penganten Manyakei disini adalah
kedatangan penganten pria di rumah penganten
wanita. Ketika penganten pria dan rombongannya tiba, beberapa kegiatan
yang dilakukan adalah :
1.)
Mambuka Lawang
Sakepeng
Lawang Sakepeng adalah semacam pintu
gerbang atau gapura dari pelepah daun kelapa yang diberi rintangan benang. Pada
rintangan benang penghalang dipasang bunga warna warni agar indah dan nampak
semarak. Penganten pria dan rombongannya tidak boleh masuk ke halaman rumah
sebelum membuka Lawang Sakepeng tersebut.
Caranya adalah dengan memutuskan
benang-benang perintang oleh pesilat-pesilat yang dipilih mewakili
masing-masing pihak dengan diiringi tabuhan gendang dan gong. Ditampilkannya
pesilat dari keduabelah pihak mengandung makna bahwa dalam kehidupan rumah
tangganya, kedua mempelai akan bersama-sama mengatasi persoalan yang datang
sehingga dapat hidup rukun, saling membantu dan bekerjasama.
Adapun makna dari upacara mambuka Lawang
Sakepeng ini adalah untuk menjauhkan semua rintangan dan malapetaka yang dapat
menimpa kedua mempelai dalam membina rumah tangga.
2.)
Mamapas
Mamapas adalah upacara pembersihan secara
simbolis bermakna agar penganten, rumah dan lingkungan tempat dilaksanakannya
upacara perkawinan dapat bersih dari segala yang tidak baik dan terhindar dari
hal-hal yang buruk yang ditimbulkan oleh roh-roh jahat yang disebut Pali Endus
Dahiang Baya.
Bersamaan dengan upacara Mamapas ini,
setelah tali perintang Lawang Sakepeng putus maka penganten pria dan rombongannya
dipersilahkan memasuki halaman. Di depan pintu rumah mempelai pria akan
diupacarai lagi dengan taburan beras dan bunga rampai serta prosesi penginjakan
telor ayam. Selanjutnya mempelai laki-laki dan rombongan dipersilahkan masuk
rumah. Bagi mereka disediakan tempat khusus untuk beristirahat sambil menunggu
acara selanjutnya.
3.)
Haluang Hapelek
Upacara Haluang Hapelek adalah semacam
diaolog antara para wakil dari pihak penganten pria dan wanita. Tujuan utama
dari acara ini adalah menagih Jalan Hadat, yaitu syarat-syarat dalam rangka
perkawinan yang harus diserahkan oleh pihak penganten pria kepada penganten
wanita. Masing-masing pihak membentuk kelompok tersendiri, sebagai utusan yang
bertindak sebagai Luang. Masing-masing pihak dapat menunjuk 5 (lima) atau 7
(tujuh) orang wakil sebagai utusan.
Luang atau utusan dari pihak penganten
pria disebut dengan Tukang Sambut, yaitu pihak yang menjawab sanggup tidaknya
memenuhi tuntutan pihak penganten wanita. Adapun luang dari pihak wanita
disebut Tukang Pelek, yaitu pihak yang mengajukan tuntutan. Luang adalah orang
yang pekerjaannya mondar-mandir menghubungi dua pihak untuk mencari kesesuaian
pendapat.
4.)
Manyaki Panganten
(Panganten Hasaki atau Panganten Hatatai)
Inti upacara ini adalah upacara pengukuhan
perkawinan bagi masyarakat Hindu Kaharingan suku Dayak Ngaju. Pada bagian
inilah yang biasanya tidak dilaksanakan oleh masyarakat Dayak suku Dayak Ngaju
yang non Hindu Kaharingan, namun masih melangsungan tata cara perkawinan sesuai
tradisi leluhurnya. Upacara ini dipimpin oleh seorang Basir. Manyaki berarti
mengoleskan darah hewan korban ke beberapa bagian tubuh kedua mempelai oleh
Basir. Adapun istilah Penganten Hasaki berarti kedua mempelai dipoles dengan
darah.
Pada acara ini kedua mempelai duduk di
atas sebuah gong sambil memegang sebatang pohon sawang (Ponjon Andong) yang
diikat bersamaan dengan Dereh Uwei (sepotong rotan) dan Rabayang (tombak
bersayap/sejenis tri sula). Jari telunjuk mereka menunjuk ke atas sebagai tanda
bahwa mereka berdua bersaksi kepada Ranying Hatalla Langit/Tuhan Yang Maha Esa.
Kaki mereka menginjak jala dan batu asah sebagai tanda bahwa mereka berdua juga
bersaksi kepada penguasa alam bawah.
Basir melakukan upacara manyaki mamalas
dengan mengoleskan darah hewan korban, minyak kelapa, tanah, air dan beras
serta tampung tawar. Behas (beras) Hambaruan diletakkan di atas ubun-ubun kedua
mempelai. Upacara itu bermakna bahwa kedua mempelai disucikan, sehingga dalam
menjalani kehidupan berumah tangga mereka senantiasa sehat, selamat dan
memperoleh rejeki.
Setelah menjalani upacara Hasaki, kedua
mempelai makan makanan yang disebut Panginan Putir Santang, yaitu tujuh gumpal
nasi sebagai simbol penyatuan mereka bahwa mereka sejak hari itu resmi sebagai
suami isteri. Setelah selesai acara makan secara simbolis, kedua mempelai lalu
berjalan menuju ambang pintu rumah untuk melakukan Manukiw (pekikan) sebanyak
tujuh kali di ambang pintu. Maksud pekikan itu adalah untuk membuka pintu
langit dan mereka berdua berikrar dihadapan Tuhan bahwa mereka akan memelihara
perkawinan itu untuk selama-lamanya sampai akhir hayat.
Usai acara kedua ini kedua mempelai
bersama-sama membacakan surat perjanjian kawin yang isinya memuat syarat-syarat
adat yang diserahkan yakni Jalan Hadat, sangsi-sangsi dan janji kedua mempelai
dalam memelihara perkawinan dan memuat pula peneguhan para saksi dan ahli
waris. Surat itu kemudian ditandatangani oleh kedua mempelai, saksi, ahli waris
dan disaksikan oleh hadirin.
Dengan selesainya penandatanganan surat
perjanjian kawin maka selesai pulalah rangkaian acara Manyaki Panganten.
Kemudian dilanjutkan dengan acara penanaman pohon Sawang. Acara selanjutnya
adalah jamuan makan bagi para hadirin. Selain itu kedua mempelai (biasa diberi
ruang khusus) diberikan nasehat oleh para orang tua termasuk para Luang, yang
mana acara ini disebut dengan upacara Maningak Panganten.
Daftar Pustaka :
Nama Kelompok : Radityo
Bismo Aji 15115513
Pandji Pangestu A. P 15115300
Bambang Siswanto 11111401
Tidak ada komentar:
Posting Komentar